Di zaman modern seperti sekarang
ini pada umumnya hampir semua negara menyatakan dirinya sebagai negara
bersistem Demokrasi, termasuk Republik Indonesia yakni sistem pemerintahan
yang bersumber pada Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan Rakyat merupakan paham kenegaraan
yang menjabarkan dan pengaturannya dituangkan dalam Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar suatu negara, dan penerapan selanjutnya disesuaikan
dengan filsafat kehidupan rakyat negara yang bersangkutan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Spirit kerakyatan yang menjadi
watak negara Demokrasi merupakan syarat utama dalam format negara yang
berkedaulatan rakyat, karena kekuatan tertinggi terletak ditangan rakyat.
Kesetaraan martabat dan persamaan hak politik mengindikasikan tentang
kesamaan hak politik dari setiap warganegara. Lebih dari itu, negara
demokratis tidak bisa tidak harus menunjukkan adanya kebebasan politik yang
menyangkut kebebasan berfikir, menyatakan pendapat dan aksi dalam urusan
politik. Termasuk hal mendapat akses untuk informasi politik serta kebebasan
untuk mendiskusikan dan mengkritik figur politik. Dalam negara Demokrasi
selain menghargai mayoritas, juga pelaksanaan kekuasaan harus
dipertanggungjawabkan dan responsif terhadap aspirasi rakyat. Demokrasi
menuntut suatu dasar kesepakatan ideologis suatu keteraturan dan kebebasan
sehingga ada sofistifikasi dalam pertarungan politik
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Demokrasi mempunyai arti penting
bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan Demokrasi hak masyarakat
untuk menentukan sendiri jalannya organisasi pemerintahan sesuai dengan
kehendaknya dapat dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang
diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi
rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidaklah
sama.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Prof. Amin Rais memaparkan adanya
sepuluh kriteria demokrasi yakni :
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Sedangkan Prof Dahlan Thaib dalam
bukunya Pancasila Yuridis Ketatanegaraan mengungkapkan bahwa sistem
pemerintahan Demokrasi mengandung unsur-unsur yang paling penting dan
mendasar yaitu:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Dari pendapat beberapa pakar
diatas dapat disimpulkan bahwa didalam negara yang menganut sistem
pemerintahan Demokrasi terdapat adanya pengakuan dari negara bahwa setiap
warga negara dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya dimuka umum.
Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum di dalam konstitusi Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E
ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Yang dimaksutkan setiap orang
berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau
pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk
sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam
kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan
pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan
pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi
unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib
sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula
tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun
keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat
menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang
lebih parah aksi unjuk rasa dapat memakan korban jiwa.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan melihat kondisi yang
demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer
9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun
tidak menyentuh secara detail tatacara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu
sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian
hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Undang-undang tersebut
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 yang dimaksudkan dengan Kemerdekaan
menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan
pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di
muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang. Unjuk rasa atau
demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Adapun tujuan pengaturan mengenai
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ini seperti yang dinyatakan
dalam Pasal 4 UU No.9 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: Mewujudkan kebebasan
yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, mewujudkan perlindungan
hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan
menyampaikan pendapat, mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembanganya
partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi, dan menempatkan tanggung jawab
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa
mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Maksud dari tujuan tersebut adalah
bagaimana negara memberikan perlindungan dan menjamin kebebasan kepada setiap
warganegara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagai salah satu
pelaksanaan hak asasi manusia namun juga diringi dengan tanggung jawab dari
individu tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sehingga dapat tercipta suasana yang kondusif bagi perkembangan partisipasi
dan kreatifitas warganegara dalam keikutsertaannya untuk mewujudkan suasana
yang demokratis.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Seperti yang telah disinggung
diatas, setiap warganegara yang akan menyelenggarakan unjuk rasa mempunyai
hak dan kewajiban yang mestinya harus dipatuhi. Hak dan kewajiban ini diatur
dalam Pasal 5 dan 6 UU No.9 Tahun 1998. Hak-hak yang dimiliki warganegara
dalam menyampaikan pendapat dimuka umum yakni mengeluarkan pikiran secara
bebas dan, memperoleh perlindungan hukum, sedangkan kewajiban-kewajiban yang
harus ditanggung oleh warganegara dalam menyampaikan pendapat di muka umum
antara lain menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati
aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peratuan
perundangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban
umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Sedangkan untuk aparat pemerintah
mempunyai kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia; menghargai asas
legalitas; menghargai prinsip praduga tak bersalah; dan menyelenggarakan
pengamanan. (Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998). Selain hak dan kewajiban para
demonstran dan para aparatur penegak hukum Undang-Undang tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum juga mengatur mengenai pemberitahuan
kepada aparat Kepolisian ini
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk
memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam
Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian
pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan
secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau
penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
selambat-lambatnya 3X24 (tiga kali dua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan
dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah
didalam kampus dan kegiatan keagamaan
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan-ketentuan tersebut
dirasa menghambat ataupun membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka
umum yang telah mendapatkan jaminan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
ke-4. masih terdapat satu pasal yang sebagian kalangan menganggap Undang-Undang
ini justru menghambat kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum pasal
9 ayat (2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali : di
lingkungan istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah
sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan
darat, dan obyek-obyek vital nasional, pada hari besar nasional
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Contoh kasus yang pernah terjadi
yaitu yang pernah dialami oleh Front Pembela Islam pada tanggal 15 oktober
2001 beserta Laskar Mujahidin dan Front Hisbullah berunjuk rasa didepan
gerbang Gedung DPR kejadian itu bermula ketika 1000 demonstran anti Amerika
Serikat dari unsur Front Pembela Islam (FPI), FPI Surakarta (FPIS), Laskar Mujahidin
dan Front Hisbullah berunjuk rasa didepan gerbang Gedung MPR/DPR. Aparat
keamanan dari Polda Metro Jaya kemudian membubarkan demonstrasi tersebut
dengan alasan telah melanggar Bab IV Pasal 9 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1998
yakni dengan berdemonstrasi di hari libur nasional yaitu Isra Mi¿raj. Akibat
dari pembubaran oleh aparat tersebut puluhan demonstran luka-luka termasuk
sejumlah wartawan, lima mobil dan tiga motor rusak serta duabelas orang
ditahan
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Kasus terakhir yang masih hangat
terdengar adalah ditangkapnya delapan pengujuk rasa oleh Poltabes Yogyakarta
pada tanggal 5 Desember 2005 saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka
The 2nd International Junior Science Olympiad di Yogyakarta karena mereka
dianggap bisa mengganggu ketertiban umum. Mereka melakukan unjuk rasa tanpa
terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak Kepolisian.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Menjadi sangat dilematis ketika
kebebasan mengeluarkan pendapat yang telah mendapatkan pengakuan dan
perlindungan dari Konstitusi ternyata dibatasi oleh Undang-Undang. Namun
bukankah Undang-Undang justru ingin mengatur agar jalannya unjuk rasa tidak
berjalan secara anarkis seperti apa yang pernah terjadi pada pertengahan
tahun 1998 dimana unjuk rasa berubah menjadi aksi anarkis yang mengakibatkan
kerugian harta maupun nyawa
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Disadari atau tidak bahwa
kebebasan berekspresi yang terjadi saat ini telah menimbulkan pemahaman yang
sedikit melenceng dari yang sebenarnya. Pemahaman yang selama ini berkembang
bahwa pada masa reformasi ini kebebasan dikeluarkan dengan sebebas-bebasnya
sesuai dengan kehendak masing-masing individu tersebut tanpa ada
pembatasan-pembatasan apapun juga perlu disadari bahwa Undang-Undang tidak
membatasi adanya kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum akan tetapi
Undang-Undang bermaksud menjaga tertib sosial yang telah tercipta di
masyarakat. Mengenai pemahaman yang berkembang di masyarakat bahwa adanya
pemberitahuan sebelum pelaksanaan demonstrasi merupakan bentuk pengekangan
dari kemerdekaan berekspresi tidak sepenuhnya benar karena dengan adanya pemberitahuan
tersebut aparat keamanan justru harus bertanggungjawab untuk memberikan
perlindungan keamanan terhadap para demonstran maupun pengamanan terhadap
keamanan dan ketertiban umum terutama disekitar lokasi yang digunakan untuk
kegiatan demonstrasi.
Kesimpulan :
Kebebasan
berekspresi dan mengeluarkan pendapat adalah prinsip universal dalam negara
demokratis. Negara atau pemerintah menciptakan kondisi yang baik dalam
memgeluarang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi
dan Budaya.
Daftar Pustaka :
|
Sabtu, 23 Juni 2012
Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar