Sabtu, 23 Juni 2012

Makna yang Terkandung Dalam Pasal 30 UUD 1945 Bagi Setiap Warga Negara


LATAR BELAKANG
Setiap individu yang bernyawa, khususnya manusia baik secara pribadi maupun di dalam kehidupan bermasyarakat pasti memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Tanpa adanya kedua hal tersebut kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Namun terkadang antara hak dan kewajiban tak ayal sering menjadi pemicu adanya pertengkaran, untuk itu dibuatlah wadah yang ditunjukkan untuk meminimalisirkan pertengkaran yang ada yang kini sering di sebut sebagai hukum. Adanya hukum tidak ada begitu saja didalamnya juga banyak terdapat pengikat-pengikat yang lebih memusatkan subyeknya terhadap berbagai aspek kehidupan.
Adanya hukum tidak terlepas dengan keberadaan pancasila khususnya di Negara Indonesia, di dalamnya terdapat banyak peraturan-peraturan yang ditunjukkan  untuk memberikan pedoman bagi kehidupan manusia, peraturan-peraturan tersebut biasa dituangkan ke dalam Undang-undang, Pasal-pasal dan lain sebagainya.
Hal yang berkaitan dengan masalah hak dan kewajiban serta disintergrasi atau perpecahan diatur pleh hukum dalam pasal 30 UUD 1945, dan untuk lebih dapat mengupas makna apa yang terkandung di dalam pasal tersebut serta sedikit penjabarannya makalah ini saya sampaikan agar mereka yang membacanya dapat sedikit menambah pengetahuannya.

TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk sedikit memberikan penjabaran mengenai pasal 30 UUD 1945 dan makna yang terkandung didalamnya bagi setiap warga negara.



HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PASAL 30 UUD 1945
Hak dan kewajiban, kedua kata tersebut sudah sangat sering di dengar oleh seluruh manusia, di setiap gerak-gerik kehidupan hak dan kewajiban selalu dituntut untuk dipenuhi, di dalam hukum hak dan kewajiban diatur dalam pasal 30 UUD 1945. Namun sebelum membahas lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban berdasarkan pasal tersebut saya akan menjabarkan pengertian hak dan kewajiban secara umum.
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Ke dua hal tersebut  sangat berkaitan erat seseorang yang melakukan kewajibannya dengan baik pasti menuntut hak yang baik pula, begitu pula sebaliknya kedua hal tersebut sama hal nya seperti sisi mata uang logam yang selalu terkait dan tak terpisahkan.
Sedang pengertian hak dan kewajiban di dalam pasal 30 UUD 1945 disebutkan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha untuk mempertahankan keamanan Negara tersebut dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat yang dilakukan oleh TNI (Tenaga Nasional Indonesia) dan pihak Kepolisian yang berperan sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung,
jadi di dalam pasal ini untuk mempertahankan keamanan Negara tidaklah hanya di bebankan kepada para aparat penegak hukum tetapi masyarakatpun harus ikut terlibat di dalamnya, karena tanpa ada nya timbal balik untuk saling menjaga Negara Indonesia ini tidaklah akan aman begitu saja.
Di dalam setiap pasal terdapat beberapa penjabaran yang sering dituangkan ke dalam ayat-ayat pasal, untuk pasal 30 UUD 1945 ini terdapat 5 ayat penjabaran diantaranya :
Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Seperti yang telah saya jabarkan sebelumnya bahwa seluruh masyarakat baik dari kalangan penegak hukum maupun rakyat biasa tanpa terkecuali mereka memiliki hak serta kewajiban untuk membela dan mempertahankan keamanan Negara, meskipun cara yang mereka pakai berbeda-beda, seperti halnya pada kasus Malaysia dengan Indonesia yang sering terjadi akhir-akhir ini, pembajakan kebudayaan serta masalah persengketaan tanah dan masih banyak lagi, dengan munculnya masalah-masalah tersebut disinilah hak dan kewajiban masing-masing individu dituntut. Untuk aparat penegak hukum dengan adanya hal tesebut mungkin mereka menunjukkan kewajibannya dengan lebih memperketat keamanan dan mengesahkan apa yang menjadi milik bangsanya agar tidak dibajak lagi, namun berbeda dengan rakyat biasa yangmungkin hanya bisa menggunakan hak dan kewajibannya mempertahankan keamanan Negara nya dengan cara berdemo kepada pemerintah.
Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat. Untuk menyebutkan usaha-usaha yang dilakukan masyarakat untuk pertahanan dan keamanan rakyat sangatlah banyak namun jika diberi contoh seperti halnya masalah Malaysia dengan Indonesia dimana rakyat Malaysia memasuki kawasan laut territorial Indonesia tanpa izin, untuk mempertahankan kawasan laut tersebut rakyat Indonesia harus mengorbankan beberapa aparat penegak hukum kawasan laut tersebut untuk di evakuasi ke Malaysia hanya demi mempertahankan apa yang menjadi hak bangsa Indonesia.
Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. TNI terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara.
Diantara tugas-tugas TNI secara umum adalah :
v    mengatasi pemberontakan bersenjata
v    mengatasi aksi terorisme
v    mengamankan wilayah perbatasan
v    mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis
v    melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
v    mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
v    memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan  sistem pertahanan semesta
v    membantu tugas pemerintahan di daerah
Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”.
Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan.
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Pasal 30
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan Negara.
Pasal 30 membahas tentang pertahanan negara, artinya berhubungan dengan invasi dari negara lain.




KESIMPULAN
Makna hak dan kewajiban yang terkandung didalam pasal 30 UUD 1945 adalah setiap warga Indonesia baik yang memiliki jabatan apapun wajib ikut serta dalam membela pertahanan dan keamanan Negara nya, membela Negara tidaklah hanya dapat dilakukan oleh mereka yang bertugas mengatur Negara seperti TNI dan Polri namun rakyat biasa pun juga dapat mempertahankan keamanan Negara nya dengan hal-hal kecil yang dimulai dari kehidupan diri sendiri, kehidupan bertetangga maupun kehidupan berbangsa.




REFERENSI

one.indoskripsi.com/node/11111
en.wikipedia.org/wiki/map-bms:UUD_45

Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum

Di zaman modern seperti sekarang ini pada umumnya hampir semua negara menyatakan dirinya sebagai negara bersistem Demokrasi, termasuk Republik Indonesia yakni sistem pemerintahan yang bersumber pada Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan Rakyat merupakan paham kenegaraan yang menjabarkan dan pengaturannya dituangkan dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara, dan penerapan selanjutnya disesuaikan dengan filsafat kehidupan rakyat negara yang bersangkutan.
Spirit kerakyatan yang menjadi watak negara Demokrasi merupakan syarat utama dalam format negara yang berkedaulatan rakyat, karena kekuatan tertinggi terletak ditangan rakyat. Kesetaraan martabat dan persamaan hak politik mengindikasikan tentang kesamaan hak politik dari setiap warganegara. Lebih dari itu, negara demokratis tidak bisa tidak harus menunjukkan adanya kebebasan politik yang menyangkut kebebasan berfikir, menyatakan pendapat dan aksi dalam urusan politik. Termasuk hal mendapat akses untuk informasi politik serta kebebasan untuk mendiskusikan dan mengkritik figur politik. Dalam negara Demokrasi selain menghargai mayoritas, juga pelaksanaan kekuasaan harus dipertanggungjawabkan dan responsif terhadap aspirasi rakyat. Demokrasi menuntut suatu dasar kesepakatan ideologis suatu keteraturan dan kebebasan sehingga ada sofistifikasi dalam pertarungan politik
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan Demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi pemerintahan sesuai dengan kehendaknya dapat dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidaklah sama.
Prof. Amin Rais memaparkan adanya sepuluh kriteria demokrasi yakni :

-
Partisipasi dalam pembuatan keputusan

-
Persamaan di depan hukum

-
Distribusi pendapatan secara adil

-
Kesempatan pendidikan yang sama

-
Empat macam kebebasan yaitu, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama

-
Ketersediaan dan keterbukaan informasi

-
Mengindahkan etika politik

-
Kebebasan individu

-
Semangat kerjasama

-
Hak untuk protes

Sedangkan Prof Dahlan Thaib dalam bukunya Pancasila Yuridis Ketatanegaraan mengungkapkan bahwa sistem pemerintahan Demokrasi mengandung unsur-unsur yang paling penting dan mendasar yaitu:

1.
Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik

2.
Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara

3.
Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga negara

4.
Suatu sistem perwakilan

5.
Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas

Dari pendapat beberapa pakar diatas dapat disimpulkan bahwa didalam negara yang menganut sistem pemerintahan Demokrasi terdapat adanya pengakuan dari negara bahwa setiap warga negara dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya dimuka umum. Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum di dalam konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Yang dimaksutkan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksi unjuk rasa dapat memakan korban jiwa.
Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tatacara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Dalam Undang-undang tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 yang dimaksudkan dengan Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Adapun tujuan pengaturan mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 UU No.9 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat, mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembanganya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi, dan menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok
Maksud dari tujuan tersebut adalah bagaimana negara memberikan perlindungan dan menjamin kebebasan kepada setiap warganegara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia namun juga diringi dengan tanggung jawab dari individu tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat tercipta suasana yang kondusif bagi perkembangan partisipasi dan kreatifitas warganegara dalam keikutsertaannya untuk mewujudkan suasana yang demokratis.
Seperti yang telah disinggung diatas, setiap warganegara yang akan menyelenggarakan unjuk rasa mempunyai hak dan kewajiban yang mestinya harus dipatuhi. Hak dan kewajiban ini diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No.9 Tahun 1998. Hak-hak yang dimiliki warganegara dalam menyampaikan pendapat dimuka umum yakni mengeluarkan pikiran secara bebas dan, memperoleh perlindungan hukum, sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus ditanggung oleh warganegara dalam menyampaikan pendapat di muka umum antara lain menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peratuan perundangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa
Sedangkan untuk aparat pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia; menghargai asas legalitas; menghargai prinsip praduga tak bersalah; dan menyelenggarakan pengamanan. (Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998). Selain hak dan kewajiban para demonstran dan para aparatur penegak hukum Undang-Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum juga mengatur mengenai pemberitahuan kepada aparat Kepolisian ini
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kali dua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan
Ketentuan-ketentuan tersebut dirasa menghambat ataupun membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum yang telah mendapatkan jaminan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4. masih terdapat satu pasal yang sebagian kalangan menganggap Undang-Undang ini justru menghambat kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum pasal 9 ayat (2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali : di lingkungan istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional, pada hari besar nasional
Contoh kasus yang pernah terjadi yaitu yang pernah dialami oleh Front Pembela Islam pada tanggal 15 oktober 2001 beserta Laskar Mujahidin dan Front Hisbullah berunjuk rasa didepan gerbang Gedung DPR kejadian itu bermula ketika 1000 demonstran anti Amerika Serikat dari unsur Front Pembela Islam (FPI), FPI Surakarta (FPIS), Laskar Mujahidin dan Front Hisbullah berunjuk rasa didepan gerbang Gedung MPR/DPR. Aparat keamanan dari Polda Metro Jaya kemudian membubarkan demonstrasi tersebut dengan alasan telah melanggar Bab IV Pasal 9 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1998 yakni dengan berdemonstrasi di hari libur nasional yaitu Isra Mi¿raj. Akibat dari pembubaran oleh aparat tersebut puluhan demonstran luka-luka termasuk sejumlah wartawan, lima mobil dan tiga motor rusak serta duabelas orang ditahan
Kasus terakhir yang masih hangat terdengar adalah ditangkapnya delapan pengujuk rasa oleh Poltabes Yogyakarta pada tanggal 5 Desember 2005 saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka The 2nd International Junior Science Olympiad di Yogyakarta karena mereka dianggap bisa mengganggu ketertiban umum. Mereka melakukan unjuk rasa tanpa terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak Kepolisian.
Menjadi sangat dilematis ketika kebebasan mengeluarkan pendapat yang telah mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari Konstitusi ternyata dibatasi oleh Undang-Undang. Namun bukankah Undang-Undang justru ingin mengatur agar jalannya unjuk rasa tidak berjalan secara anarkis seperti apa yang pernah terjadi pada pertengahan tahun 1998 dimana unjuk rasa berubah menjadi aksi anarkis yang mengakibatkan kerugian harta maupun nyawa
Disadari atau tidak bahwa kebebasan berekspresi yang terjadi saat ini telah menimbulkan pemahaman yang sedikit melenceng dari yang sebenarnya. Pemahaman yang selama ini berkembang bahwa pada masa reformasi ini kebebasan dikeluarkan dengan sebebas-bebasnya sesuai dengan kehendak masing-masing individu tersebut tanpa ada pembatasan-pembatasan apapun juga perlu disadari bahwa Undang-Undang tidak membatasi adanya kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum akan tetapi Undang-Undang bermaksud menjaga tertib sosial yang telah tercipta di masyarakat. Mengenai pemahaman yang berkembang di masyarakat bahwa adanya pemberitahuan sebelum pelaksanaan demonstrasi merupakan bentuk pengekangan dari kemerdekaan berekspresi tidak sepenuhnya benar karena dengan adanya pemberitahuan tersebut aparat keamanan justru harus bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan keamanan terhadap para demonstran maupun pengamanan terhadap keamanan dan ketertiban umum terutama disekitar lokasi yang digunakan untuk kegiatan demonstrasi.

Kesimpulan :
Kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat adalah prinsip universal dalam negara demokratis. Negara atau pemerintah menciptakan kondisi yang baik dalam memgeluarang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya.


Daftar Pustaka :